Kamis, 03 April 2014

Pengaturan mutasi dan drop out peserta didik



Pengaturan mutasi dan drop out peserta didik

A. Pengaturan Peserta Didik yang Mutasi
1.  Pengertian Mutasi Peserta Didik
“Mutasi adalah perpindahan peserta didik dari kelas yang satu ke kelas lain yang sejajar, dan atau dari sekolah satu ke sekolah lain yang sejajar” (Imron, 2012:152). Sedangakan menurut Tim Dosen Administrasi Pendidikan FIP IKIP Malang (1989:118) mutasi adalah “Perpindahan siswa bisa juga disebut istilah mutasi siswa. Perpindahan siswa mempunyai dua pengertian yaitu: perpindahan siswa dari suatu sekolah ke sekolah lain yang sejenis dan perpindahan siswa dari suatu jenis program ke jenis program yang lain”. Perpindahan jenis ini pada hakikatnya ialah perpindahan wilayah atau tempat. Jenis sekolah, tingkat/kelas dan jurusan atau program studi di sekolah baru sama dengan jenis sekolah, kelas, dan jurusan pada sekolah asalnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa mutasi adalah perpindahan peserta didik baik antar sekolah yang sejajar maupun antar kelas atau jurusan yang sejajar.
Peserta didik yang akan melakukan mutasi tentunya harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan sekolah agar dapat menginghindari penumpukan peserta didik di sekolah-sekolah tertentu. Jika persyaratan peserta didik telah terpenuhi maka kemungkinan besar mutasi peserta didik dapat dilaksanakan.

2.  Macam-macam Mutasi
Menurut Imron (2012:153) Mutasi atau perpindahan peserta didik dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a.    Mutasi Intern
Mutasi intern adalah mutasi yang dilakukan oleh peserta didik di dalam sekolahan itu sendiri. Umumnya, peserta didik demikian hanyalah pindah kelas saja, dalam suatu kelas yang tingkatannya sejajar. Mutasi intern ini, dilakukan oleh peserta didik yang sama jurusannya, atau yang berbeda jurusannya.
b.    Mutasi Ekstern
Mutasi ekstern adalah perpindahan peserta didik dari satu sekolah ke sekolah lain dalam satu jenis, dan dalam satu tingkatan. Meskipun ada juga peserta didik yang pindah ke sekolah lain dengan jenis sekolah yang berlainan. Pada sekolah-sekolah negeri hal demikian menjadi persoalan, meskipun pada sekolah swasta, terutama yang kekurangan peserta didik, tidak pernah menjadi persoalan.

3.  Sebab-Sebab Mutasi Peserta Didik
Ada banyak penyebab peserta didik mutasi. Penyebabnya dapat bersumber dari peserta didik sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan teman sebaya. Seperti yang disebutkan Imron (2012:154) yaitu:
a.    Sebab bersumber dari peserta diri sendiri adalah:
1)      Yang bersangkutan tidak kuat mengikuti pelajaran di sekolah tersebut.
2)      Tidak suka dengan sekolah tersebut, atau merasa tidak cocok.
3)      Malas.
4)      Ketinggalan dalam pelajaran.
5)      Bosan dengan sekolahnya.
b.    Sebab bersumber dari lingkungan keluarga adalah:
1)      Mengikuti orang tua pindah kerja.
2)      Dititipkan oleh orang tuanya di tempat nenek atau kakeknya, karena ditinggal tugas belajar ke luar negeri.
3)      Mengikuti orang tua yang sedang tugas belajar.
4)      Orang tua meminta pindah.
5)      Orang tua merasa keberatan dengan biaya yang harus dikeluarkan di sekolah tersebut.
6)      Mengikuti orang tua pindah rumah.
7)      Mengikuti orang tua transmigrasi.
c.    Sebab bersumber dari lingkungan sekolah adalah:
1)      Lingkungan sekolah yang tidak menarik.
2)      Fasilitas sekolah yang tidak lengkap.
3)      Guru sering tidak masuk.
4)      Kebijakan-kebijakan sekolah yang dirasakan berat oleh peserta didik.
5)      Jarak sekolah yang jauh dan sulit dijangkau.
6)      Sekolah dibubarkan.
7)      Sekolah dianggap tidak bermutu yang diidentifikasi dengan rendahnya angka kelulusan setiap tahun.
d.   Sebab bersumber dari lingkungan teman sebaya yaitu:
1)      Bertengkar dengan teman.
2)      Diancam oleh teman.
3)      Tidak cocok dengan teman.
4)      Usia peserta didik lebih tua dibanding teman sebayanya.
5)      Peserta didik merasa rendah diri.
e.    Sebab bersumber dari lain-lain adalah:
1)      Sekolah tersebut sering dilanda banjir.
2)      Terjadi peperangan sehingga tidak memungkinkan adanya aktifitas mengajar.
3)      Adanya bencana alam di wilayah atau daerah tempat sekolah tersebut berada.
4)      Sekolah tersebut tiba-tiba ambruk karena sudah terlalu tua.
Mutasi perlu dicegah, agar terdapat kesinambungan pengetahuan peserta didik yang diterima sebelumnya dengan kelanjutannya. Oleh karena itu, ijin mutasi hendaknya diberikan jika disertai dengan alasan yang dapat diterima dan sangat baik bagi perkembangan peserta didik itu sendiri.

4. Alternatif Pencegahan, Pengurangan, dan Pemecahan Masalah Mutasi
Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya mutasi, jika seseorang mau melakukannya khususnya seorang guru dalam pengaturan peserta didik seperti dijelaskan Imron (2012:156). Cara-cara tersebut seperti:
a.    Melakukan tindakan preventif melalui jaminan
Jika sumber penyebab mutasi berasal dari diri peserta didik sendiri, maka langkah preventif yang harus dilakukan adalah memberikan semacam jaminan kepada peserta didik, bahwa kalau dapat menyelesaikan studi di sekolah tersebut, peserta didik nantinya akan mempunyai prospek tertentu sebagaimana
lulusan-lulusan lain dari sekolah tersebut, agar mereka yakin benar dengan kebaikan sekolahnya.
b.    Memberikan bimbingan dan motivasi kepada peserta didik
Peserta didik juga perlu mendapatkan bimbingan yang baik di sekolah tersebut, agar dapat menyesuaikan dirinya dengan baik, dan dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Penyesuaian diri yang baik dan belajar dengan baik, ia tidak ketinggalan dengan teman-temannya yang lain. Selain itu, peserta didik perlu bimbingan dengan baik agar merencanakan belajarnya, dan diupayakan konsisten dengan rencana tujuan belajar yang sudah disusun sebelumnya oleh peserta didik tersebut. Oleh karena itu, dorongan dan atau motivasi yang terus menerus dari sekolah, akan membantu peserta didik untuk giat belajar dan tidak malas.
c.    Memperbaiki kondisi sekolah
Jika sumber penyebab mutasi tersebut berasal dari sekolah, tak ada alternatif lain kecuali memperbaiki kondisi sekolah. Tentu saja tidak saja sarana dan prasarana fisik sekolah, melainkan sekaligus kondisi sekolah secara keseluruhan. Disiplin guru perlu ditingkatkan, proses dan metode belajar pembelajaran dibuat sevariatif mungkin, fasilitas dan sarana yang ada difungsionalkan dengan baik. Demikian juga layanan-layanan yang ada di sekolah, diupayakan dapat memuaskan peserta didiknya.
d.   Menjalin hubungan baik dengan orang tua peserta didik
Jika sumber penyebab mutasi peserta didik tersebut berasal dari lingkungan keluarga, maka kerja sama antara sekolah dengan keluarga memang perlu ditingkatkan. Jangan sampai, hanya karena persoalan sepele saja kemudian anak tidak sekolah atau mutasi ke sekolah lain. Perlu ada komunikasi yang intens antara sekolah dan keluarga, sehingga kedua pihak tidak mengalami miscommunication.
e.    Memberikan alasan mengapa ingin melaksanakan mutasi
Adapun, jika peserta didik memilih alasan untuk mutasi maka hendaknya mereka diberi keterangan sesuai dengan apa adanya. Tidak boleh dibaik-baikkan atau dijelek-jelekkan. Sebab, bagaimanapun juga, mutasi ke sekolah lain adalah hak peserta didik sendiri. Keterangan-keterangan yang lazim diberikan berkaitan dengan peserta didik yang mutasi misalnya identitas anak, asal sekolah, prestasi akademik di sekolah, kelakuan dan kerajinan dan alasan-alasan yang bersangkutan mutasi. Dengan demikian, sekolah yang dituju oleh peserta didik tersebut, mendapatkan gambaran yang senyatanya mengenai anak tersebut.
f.     Meneliti peserta didik yang akan masuk ke sekolah
Bagi sekolah yang akan menerima peserta didik yang akan mutasi, hendaknya juga meneliti lebih lanjut terhadap mereka, sebelum menyatakan menerima. Untuk itulah, sekolah harus meneliti mengenai identitas, kelakuan/kerajinan, prestasi akademiknya, jurusan atau program asalnya, dan alasan-alasan yang berangkutan mutasi. Peserta didik dapat diterima tidaknya sekolah tersebut, juga harus didasarkan atas ketersediaan fasilitas dan kesejajaran sekolah tersebut. Ini sangat penting, karena tidak mungkin sekolah dapat menerima peserta didik tanpa fasilitas dan menerima peserta didik yang kemampuannya tidak sejajar dengan teman-teman yang ada di sekolah tersebut. Sebab kalau ini terjadi, akan memberatkan peserta didik itu sendiri.
g.    Mencatat mutasi
Dibuat buku mutasi yaitu buku yang dipergunakan untuk mencatat siswa yang masuk, pindah dan keluar pada tiap-tiap bulan. Buku ini juga merupakan alat bantu untuk mengisi data mutasi pada buku induk dan data statistik tentang keadaan siswa di sekolah.

5. Prosedur Mutasi
              Menurut Tim Dosen AP FIP IKIP Malang (1989:96) mengenai perpindahan siswa (mutasi siswa) dari seolah kesekolah lain ini biasanya ada
pedoman-pedoman peraturan yang harus diikuti pedoman-pedoman tersebut antara lain menyangkut:
a.    Pembatasan wilayah
Murid tidak diperkenankan pindah dari sekolah ke sekolah lain dalam satu wilayah. Perpindahan antar wilayah bisa dibenarkan apabila didasarkan pada alasan yang cukup mendasar misalnya orang tua pindah tempat kerja dan anak ikut saudaranya dikota lain.
b.    Status sekolah
Murid dari sekolah swasta walaupun memiliki mutu yang lebih baik dari pada sekolah negeri, tidak diperkenankan untuk pindah ke sekolah negeri. Sekolah-sekolah negeri hanya diperkenankan siswa pindahan dari sekolah negeri saja.
c.    Jenis sekolah
Sekolah negeri atau sekolah menengah dapat dibedakan dalam dua jenis sekolah, yaitu sekolah-sekolah umum dan sekolah-sekolah kejuruan. Sekolah kejuruan ada beberapa jenis pula, misalnya Sekolah Teknologi Menengah (STM), Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA), Sekolah Kesejahteraan Keluarga Atas (SKKA), dll. Perpindahan siswa dari lain jenis sekolah tidak diperbolehkan.
d.   Pindah sekolah tidak naik kelas
Suatu sekolah tidak boleh menaikkan kelas seorang siswa yang telah dinyatakan tidak naik kelas oleh sekolah lain, walaupun sama-sama sebagai sekolah negeri. Menaikan kelas seorang murid yang telah dinyatakan tidak naik kelas oleh suatu sekolah mungkin saja terjadi di sekolah-sekolah swasta. Misalnya tidak naik kelas disekolah negeri kemudian pindah di sekolah swasta sejenis dengan dinaikan kelasnya.

B. Pengaturan Peserta Didik yang Drop Out
1. Pengertian Drop Out Peserta Didik
Menurut Imron (2012:159) “Drop out adalah keluar dari sekolah sebelum waktunya, atau sebelum lulus”. Pencegahan drop out harus dilaksanakan karena dapat menyebabkan pemborosan selain itu menunjukkan bahwa produktivitas pendidikannya rendah. Untuk mencegah terjadinya drop out maka perlu kerjasama antara sekolah dengan keluarga dan masyarakat agar dapat menekan terjadinya drop out agar tidak mengakibatkan hal yang negatif pada peserta didik.

2.  Sebab-sebab Drop Out Peserta Didik
        Peserta didik yang drop out atau tidak menyelesaikan pendidikannya dalam suatu lembaga pendidikan tertentu disebabkan oleh banyak faktor.
Faktor-faktor yang menyebabkan peserta didik yang drop out ini antara lain akan dijelaskan sebagai berikut. Menurut Imron (2012:159) yaitu:
1.    Ketidakmampuan mengikuti pelajaran menjadi penyebab peserta didik merasa berat untuk menyelesaikan pendidikannya. Oleh sebab itu, mereka ini perlu mendapatkan perlakuan khusus yang berbeda dengan peserta didik kebanyakan.
2.    Peserta didik yang tidak memiliki biaya sekolah. Hal ini banyak terjadi di daerah-daerah pedesaan dan kantong-kantong kemiskinan. Padahal semakin tinggi tingkatan dan jenjang pendidikan yang akan ditempuh oleh peserta didik, semakin banyak pula biaya pendidikan yang harus dikeluarkan.
3.    Sakit parah. Peserta didik yang mengalami sakit parah tidak dapat masuk sekolah sampai dengan batas waktu yang ditentukan. Hal ini menyebabkan peserta didik tertinggal jauh pelajaran di sekolah sehingga peserta didik lebih memilih tidak melanjutkan sekolah.
4.    Anak-anak terpaksa bekerja. Pada negara-negara berkembang jumlah pekerja anak sangat banyak. Anak-anak ini tidak jarang bekerja pada sektor formal yang terikat oleh waktu dan peraturan di perusahaan tersebut. Oleh karena itu, lambat laun ia tidak dapat melanjutkan sekolahnya karena harus bekerja.
5.    Membantu orang tua di ladang. Di daerah agraris, anak laki-laki dipandang sebagai pembantu terpenting oleh ayahnya untuk bekerja di ladang. Membantu di ladang dibutuhkan waktu yang relatif banyak sehingga menyita waktu belajar dan peserta didik tidak dapat mengikuti pelajaran di sekolah. Karena merasa peserta didik tidak dapat mengikutui tersebut, peserta didik drop out.
6.    Peserta didik di-drop out oleh sekolah. Hal ini terjadi karena yang bersangkutan memang sudah tidak mungkin dapat dididik lagi. Faktor ini disebabkan karena kemampuan belajarnya yang rendah, atau dapat juga yang bersangkutan tidak mau belajar.
7.    Peserta didik itu sendiri yang ingin drop out dan tidak mau sekolah. Pada peserta didik demikian, memang tidak dapat dipaksa untuk sekolah termasuk orang tuanya sendiri.
8.    Kasus pidana dengan kekuatan hukum yang sudah pasti. Pidana yang dialami oleh peserta didik untuk beberapa tahun, bisa menjadikan yang bersangkutan akan drop out dari sekolah.
9.    Sekolah dianggap tidak menarik bagi peserta didik. Mereka memandang lebih baik tidak sekolah saja.
Kasus-kasus drop out demikian, memang tidak selamanya dapat dipecahkan. Dalam pengertian, ada beberapa kasus peserta didik drop out yang dapat dicegah dan yang tak dapat dicegah. Pada peserta didik drop out karena alasannya biaya, masih dapat dicarikan jalan keluarnya dengan memberikan beasiswa, mencarikan orang tua asuh dan sebagainya. Sedangkan kasus peserta didik drop out karena yang bersangkutan tidak mau lagi bersekolah, sangat sulit pemecahannya. Oleh karena itu, amanat wajib belajar, dengan memberikan sanksi bagi orang tua yang anak-anaknya tidak sekolah, bisa dijadikan sebagai sarana untuk menekan angka drop out.

2 komentar: