Pengaturan mutasi dan drop out peserta didik
A. Pengaturan Peserta
Didik yang Mutasi
1. Pengertian Mutasi Peserta Didik
“Mutasi
adalah perpindahan peserta didik dari kelas yang satu ke kelas lain yang
sejajar, dan atau dari sekolah satu ke sekolah lain yang sejajar” (Imron,
2012:152). Sedangakan menurut Tim Dosen Administrasi Pendidikan FIP IKIP Malang
(1989:118) mutasi adalah “Perpindahan siswa bisa juga disebut istilah mutasi
siswa. Perpindahan siswa mempunyai dua pengertian yaitu: perpindahan siswa dari
suatu sekolah ke sekolah lain yang sejenis dan perpindahan siswa dari suatu
jenis program ke jenis program yang lain”. Perpindahan jenis ini
pada hakikatnya ialah perpindahan wilayah atau tempat. Jenis sekolah,
tingkat/kelas dan jurusan atau program studi di sekolah baru sama dengan jenis
sekolah, kelas, dan jurusan pada sekolah asalnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
mutasi adalah perpindahan peserta didik baik antar sekolah yang sejajar maupun
antar kelas atau jurusan yang sejajar.
Peserta
didik yang akan melakukan mutasi tentunya harus memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan sekolah agar dapat
menginghindari penumpukan peserta didik di sekolah-sekolah tertentu. Jika
persyaratan peserta didik telah terpenuhi maka kemungkinan besar mutasi peserta
didik dapat dilaksanakan.
2. Macam-macam Mutasi
Menurut
Imron (2012:153) Mutasi atau perpindahan peserta didik dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu:
a. Mutasi
Intern
Mutasi
intern adalah mutasi yang dilakukan oleh peserta didik di dalam sekolahan itu
sendiri. Umumnya, peserta didik demikian hanyalah pindah kelas saja, dalam
suatu kelas yang tingkatannya sejajar. Mutasi intern ini, dilakukan oleh
peserta didik yang sama jurusannya, atau yang berbeda jurusannya.
b. Mutasi
Ekstern
Mutasi
ekstern adalah perpindahan peserta didik dari satu sekolah ke sekolah lain
dalam satu jenis, dan dalam satu tingkatan. Meskipun ada juga peserta didik
yang pindah ke sekolah lain dengan jenis sekolah yang berlainan. Pada
sekolah-sekolah negeri hal demikian menjadi persoalan, meskipun pada sekolah
swasta, terutama yang kekurangan peserta didik, tidak pernah menjadi persoalan.
3. Sebab-Sebab Mutasi Peserta Didik
Ada banyak penyebab peserta didik
mutasi. Penyebabnya dapat bersumber dari peserta didik sendiri, lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan teman sebaya. Seperti yang
disebutkan Imron (2012:154) yaitu:
a. Sebab
bersumber dari peserta diri
sendiri adalah:
1) Yang
bersangkutan tidak kuat mengikuti pelajaran di sekolah tersebut.
2) Tidak
suka dengan sekolah tersebut, atau merasa tidak cocok.
3) Malas.
4) Ketinggalan
dalam pelajaran.
5) Bosan
dengan sekolahnya.
b. Sebab
bersumber dari lingkungan keluarga adalah:
1) Mengikuti
orang tua pindah kerja.
2) Dititipkan
oleh orang tuanya di tempat nenek atau kakeknya, karena ditinggal tugas belajar
ke luar negeri.
3) Mengikuti
orang tua yang sedang tugas belajar.
4) Orang
tua meminta pindah.
5) Orang
tua merasa keberatan dengan biaya yang harus dikeluarkan di sekolah tersebut.
6) Mengikuti
orang tua pindah rumah.
7) Mengikuti
orang tua transmigrasi.
c. Sebab bersumber dari
lingkungan sekolah adalah:
1) Lingkungan
sekolah yang tidak menarik.
2) Fasilitas
sekolah yang tidak lengkap.
3) Guru
sering tidak masuk.
4) Kebijakan-kebijakan
sekolah yang dirasakan berat oleh peserta didik.
5) Jarak
sekolah yang jauh dan sulit dijangkau.
6) Sekolah
dibubarkan.
7) Sekolah
dianggap tidak bermutu yang diidentifikasi dengan rendahnya angka kelulusan
setiap tahun.
d. Sebab bersumber dari
lingkungan teman sebaya yaitu:
1) Bertengkar
dengan teman.
2) Diancam
oleh teman.
3) Tidak
cocok dengan teman.
4) Usia
peserta didik lebih tua dibanding teman sebayanya.
5) Peserta
didik merasa rendah diri.
e. Sebab bersumber dari
lain-lain adalah:
1) Sekolah
tersebut sering dilanda banjir.
2) Terjadi
peperangan sehingga tidak memungkinkan adanya aktifitas mengajar.
3) Adanya
bencana alam di wilayah atau daerah tempat sekolah tersebut berada.
4) Sekolah
tersebut tiba-tiba ambruk karena sudah terlalu tua.
Mutasi perlu dicegah, agar terdapat kesinambungan
pengetahuan peserta didik yang diterima sebelumnya dengan kelanjutannya. Oleh
karena itu, ijin mutasi hendaknya diberikan jika disertai dengan alasan yang
dapat diterima dan sangat baik bagi perkembangan peserta didik itu sendiri.
4. Alternatif
Pencegahan, Pengurangan, dan Pemecahan Masalah Mutasi
Ada banyak
cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya mutasi, jika seseorang mau
melakukannya khususnya seorang guru dalam pengaturan peserta didik seperti
dijelaskan Imron (2012:156). Cara-cara tersebut seperti:
a. Melakukan tindakan preventif melalui jaminan
Jika sumber
penyebab mutasi berasal dari diri peserta didik sendiri, maka langkah preventif
yang harus dilakukan adalah memberikan semacam jaminan kepada peserta didik,
bahwa kalau dapat menyelesaikan studi di sekolah tersebut, peserta didik
nantinya akan mempunyai prospek tertentu sebagaimana
lulusan-lulusan lain dari sekolah
tersebut, agar mereka yakin benar dengan kebaikan sekolahnya.
b. Memberikan bimbingan dan motivasi kepada peserta didik
Peserta
didik juga perlu mendapatkan bimbingan yang baik di sekolah tersebut, agar
dapat menyesuaikan dirinya dengan baik, dan dapat mengikuti pelajaran dengan
baik. Penyesuaian diri yang baik dan belajar dengan baik, ia tidak ketinggalan
dengan teman-temannya yang lain. Selain itu, peserta didik perlu bimbingan
dengan baik agar merencanakan belajarnya, dan diupayakan konsisten dengan
rencana tujuan belajar yang sudah disusun sebelumnya oleh peserta didik
tersebut. Oleh karena itu, dorongan dan atau motivasi yang terus menerus dari
sekolah, akan membantu peserta didik untuk giat belajar dan tidak malas.
c. Memperbaiki kondisi sekolah
Jika sumber
penyebab mutasi tersebut berasal dari sekolah, tak ada alternatif lain kecuali
memperbaiki kondisi sekolah. Tentu saja tidak saja sarana dan prasarana fisik
sekolah, melainkan sekaligus kondisi sekolah secara keseluruhan. Disiplin guru
perlu ditingkatkan, proses dan metode belajar pembelajaran dibuat sevariatif
mungkin, fasilitas dan sarana yang ada difungsionalkan dengan baik. Demikian
juga layanan-layanan yang ada di sekolah, diupayakan dapat memuaskan peserta
didiknya.
d. Menjalin hubungan baik dengan orang tua peserta didik
Jika sumber
penyebab mutasi peserta didik tersebut berasal dari lingkungan keluarga, maka
kerja sama antara sekolah dengan keluarga memang perlu ditingkatkan. Jangan
sampai, hanya karena persoalan sepele saja kemudian anak tidak sekolah atau
mutasi ke sekolah lain. Perlu ada komunikasi yang intens antara
sekolah dan keluarga, sehingga kedua pihak tidak mengalami miscommunication.
e. Memberikan alasan mengapa ingin melaksanakan mutasi
Adapun, jika
peserta didik memilih alasan untuk mutasi maka hendaknya mereka diberi
keterangan sesuai dengan apa adanya. Tidak boleh dibaik-baikkan atau
dijelek-jelekkan. Sebab, bagaimanapun juga, mutasi ke sekolah lain adalah hak
peserta didik sendiri. Keterangan-keterangan yang lazim diberikan berkaitan
dengan peserta didik yang mutasi misalnya identitas anak, asal sekolah,
prestasi akademik di sekolah, kelakuan dan kerajinan dan alasan-alasan yang
bersangkutan mutasi. Dengan demikian, sekolah yang dituju oleh peserta didik
tersebut, mendapatkan gambaran yang senyatanya mengenai anak tersebut.
f. Meneliti peserta didik yang akan masuk ke sekolah
Bagi sekolah yang akan menerima peserta didik yang
akan mutasi, hendaknya juga meneliti lebih lanjut terhadap mereka, sebelum
menyatakan menerima. Untuk itulah, sekolah harus meneliti mengenai identitas, kelakuan/kerajinan,
prestasi akademiknya, jurusan atau program asalnya, dan alasan-alasan yang
berangkutan mutasi. Peserta didik dapat diterima tidaknya sekolah tersebut,
juga harus didasarkan atas ketersediaan fasilitas dan kesejajaran sekolah
tersebut. Ini sangat penting, karena tidak mungkin sekolah dapat menerima
peserta didik tanpa fasilitas dan menerima peserta didik yang kemampuannya
tidak sejajar dengan teman-teman yang ada di sekolah tersebut. Sebab kalau ini
terjadi, akan memberatkan peserta didik itu sendiri.
g. Mencatat mutasi
Dibuat buku mutasi yaitu buku yang
dipergunakan untuk mencatat siswa yang masuk, pindah dan keluar pada tiap-tiap bulan.
Buku ini juga merupakan alat bantu untuk mengisi data mutasi pada buku induk
dan data
statistik tentang keadaan siswa di sekolah.
5. Prosedur
Mutasi
Menurut Tim Dosen AP FIP IKIP
Malang (1989:96) mengenai perpindahan siswa (mutasi siswa) dari seolah
kesekolah lain ini biasanya ada
pedoman-pedoman peraturan yang harus
diikuti pedoman-pedoman tersebut antara lain menyangkut:
a. Pembatasan
wilayah
Murid tidak
diperkenankan pindah dari sekolah ke sekolah lain dalam satu wilayah.
Perpindahan antar wilayah bisa dibenarkan apabila didasarkan pada alasan yang
cukup mendasar misalnya orang tua pindah tempat kerja dan anak ikut saudaranya
dikota lain.
b. Status
sekolah
Murid dari
sekolah swasta walaupun memiliki mutu yang lebih baik dari pada sekolah negeri,
tidak diperkenankan untuk pindah ke sekolah negeri. Sekolah-sekolah negeri
hanya diperkenankan siswa pindahan dari sekolah negeri saja.
c. Jenis
sekolah
Sekolah
negeri atau sekolah menengah dapat dibedakan dalam dua jenis sekolah, yaitu
sekolah-sekolah umum dan sekolah-sekolah kejuruan. Sekolah kejuruan ada
beberapa jenis pula, misalnya Sekolah Teknologi Menengah (STM), Sekolah
Menengah Ekonomi Atas (SMEA), Sekolah Kesejahteraan Keluarga Atas (SKKA), dll.
Perpindahan siswa dari lain jenis sekolah tidak diperbolehkan.
d. Pindah
sekolah tidak naik kelas
Suatu
sekolah tidak boleh menaikkan kelas seorang siswa yang telah dinyatakan tidak
naik kelas oleh sekolah lain, walaupun sama-sama sebagai sekolah negeri.
Menaikan kelas seorang murid yang telah dinyatakan tidak naik kelas oleh suatu
sekolah mungkin saja terjadi di sekolah-sekolah swasta. Misalnya tidak naik
kelas disekolah negeri kemudian pindah di sekolah swasta sejenis dengan
dinaikan kelasnya.
B. Pengaturan
Peserta Didik yang Drop Out
1. Pengertian Drop Out Peserta Didik
Menurut Imron
(2012:159) “Drop out adalah keluar
dari sekolah sebelum waktunya, atau sebelum lulus”. Pencegahan drop out harus dilaksanakan karena dapat
menyebabkan pemborosan selain itu menunjukkan bahwa produktivitas pendidikannya
rendah. Untuk mencegah terjadinya drop
out maka perlu kerjasama antara sekolah dengan keluarga dan masyarakat agar
dapat menekan terjadinya drop out
agar tidak mengakibatkan hal yang negatif pada peserta didik.
2. Sebab-sebab Drop Out Peserta Didik
Peserta didik yang drop out atau tidak menyelesaikan pendidikannya dalam suatu lembaga
pendidikan tertentu disebabkan oleh banyak faktor.
Faktor-faktor
yang menyebabkan peserta didik yang drop
out ini antara lain akan dijelaskan sebagai berikut. Menurut Imron (2012:159)
yaitu:
1. Ketidakmampuan
mengikuti pelajaran menjadi penyebab peserta didik merasa berat untuk
menyelesaikan pendidikannya. Oleh sebab itu, mereka ini perlu mendapatkan
perlakuan khusus yang berbeda dengan peserta didik kebanyakan.
2. Peserta
didik yang tidak memiliki biaya sekolah. Hal ini banyak terjadi di
daerah-daerah pedesaan dan kantong-kantong kemiskinan. Padahal semakin tinggi
tingkatan dan jenjang pendidikan yang akan ditempuh oleh peserta didik, semakin
banyak pula biaya pendidikan yang harus dikeluarkan.
3. Sakit
parah. Peserta didik yang mengalami sakit parah tidak dapat masuk sekolah
sampai dengan batas waktu yang ditentukan. Hal ini menyebabkan peserta didik
tertinggal jauh pelajaran di sekolah sehingga peserta didik lebih memilih tidak
melanjutkan sekolah.
4. Anak-anak
terpaksa bekerja. Pada negara-negara berkembang jumlah pekerja anak sangat
banyak. Anak-anak ini tidak jarang bekerja pada sektor formal yang terikat oleh
waktu dan peraturan di perusahaan tersebut. Oleh karena itu, lambat laun ia
tidak dapat melanjutkan sekolahnya karena harus bekerja.
5. Membantu
orang tua di ladang. Di daerah agraris, anak laki-laki dipandang sebagai
pembantu terpenting oleh ayahnya untuk bekerja di ladang. Membantu di ladang
dibutuhkan waktu yang relatif banyak sehingga menyita waktu belajar dan peserta
didik tidak dapat mengikuti pelajaran di sekolah. Karena merasa peserta didik
tidak dapat mengikutui tersebut, peserta didik drop out.
6. Peserta
didik di-drop out oleh sekolah. Hal
ini terjadi karena yang bersangkutan memang sudah tidak mungkin dapat dididik
lagi. Faktor ini disebabkan karena kemampuan belajarnya yang rendah, atau dapat
juga yang bersangkutan tidak mau belajar.
7. Peserta
didik itu sendiri yang ingin drop out
dan tidak mau sekolah. Pada peserta didik demikian, memang tidak dapat dipaksa
untuk sekolah termasuk orang tuanya sendiri.
8. Kasus
pidana dengan kekuatan hukum yang sudah pasti. Pidana yang dialami oleh peserta
didik untuk beberapa tahun, bisa menjadikan yang bersangkutan akan drop out dari sekolah.
9. Sekolah
dianggap tidak menarik bagi peserta didik. Mereka memandang lebih baik tidak
sekolah saja.
Kasus-kasus drop out demikian, memang tidak selamanya dapat dipecahkan. Dalam
pengertian, ada beberapa kasus peserta didik drop out yang dapat dicegah dan yang tak dapat dicegah. Pada peserta didik drop out karena alasannya biaya, masih
dapat dicarikan jalan keluarnya dengan memberikan beasiswa, mencarikan orang
tua asuh dan sebagainya. Sedangkan kasus peserta didik drop out karena yang bersangkutan tidak mau lagi bersekolah, sangat
sulit pemecahannya. Oleh karena itu, amanat wajib belajar, dengan memberikan
sanksi bagi orang tua yang anak-anaknya tidak sekolah, bisa dijadikan sebagai
sarana untuk menekan angka drop out.
terima kasih
BalasHapussangat membantu :)
Bisa di tampilkan sumber reverensi nya mungkin kak?
BalasHapus